Sunday, March 20, 2016

Kisah Kehidupan Ladyboy Thailand



Bangkok - Bertemu ladyboy adalah salah satu pengalaman unik saat melancong ke Thailand. Ladyboy ternyata lebih dari sekedar transgender saja. Ada sejarah panjang mengenai pria yang bertransformasi menjadi wanita seksi tersebut.

Bagi masyarakat Thailand sendiri, ladyboy punya nama asli berupa kathoeys. Artinya dalam bahasa setempat, seorang pria yang memilih untuk hidup sebagai wanita. Namun, turis lebih senang memanggilnya dengan nama ladyboy karena kathoeys mungkin sulit dilafalkan.

Tapi itu tak jadi masalah, sebab ladyboy bukanlah sesuatu yang asing di sana. Berbeda dengan waria yang ada di Indonesia, ladyboy di kota-kota besar di Thailand diterima oleh masyarakatnya. Mereka tidak dikucilkan atau didiskriminasikan, mereka bahkan punya toilet khusus untuk kaumnya sendiri.

Situs-situs panduan wisata Thailand seperti My Pattaya dan bangkok.com, pernah mengulas tentang sejarah dan kehidupan ladyboy. Itu bertujuan, agar turis yang pertama kali ke Thailand tidak kaget atau was-was, saat ladyboy merayu dan mencoba berkenalan.

Kemunculan ladyboy di Thailand dimulai pada tahun 1950-an. Mereka kerap tampil di pentas kesenian yang menjadi seni hiburan baru kala itu. Namun, mereka hanya tampil di desa-desa saja, belum di kota-kota besar.

Seiring berjalan waktu, jumlah ladyboy makin banyak dan pelan-pelan muncul di kota-kota besar. Pertanyaannya, mengapa masyarakat tidak risih dengan para ladyboy?

Usut punya usut, masyarakat Thailand yang kebanyakan menganut agama Buddha percaya, ladyboy bukanlah manusia yang harus dimusuhi. Perubahan fisik dari pria menjadi wanita sah-sah saja, asalkan jiwa manusianya tetap baik. Jiwa manusia lebih penting ketimbang fisik.

Selain itu, kebanyakan pria di Thailand rupanya punya jiwa yang feminim. Ditambah dengan kulit putih yang mulus, keinginan menjadi seorang wanita makin besar.

Kini, sudah banyak ladyboy yang tinggal di kota-kota besar di Thailand. Mereka menjadi gender ketiga, setelah pria dan wanita. Apalagi, ladyboy juga menjadi ciri khas dari Negeri Gajah Putih untuk turis. Tanya teman Anda yang pernah ke Thailand, pasti mereka berbagi pengalaman bertemu dengan ladyboy atau memamerkan foto barengnya.


Berkembangnya zaman, garis kehidupan ladyboy pun bergeser. Jika dulu meraka hanya menghibur dengan berbagai atraksi dan pertunjukan, maka sekarang tidak sedikit berubah haluan menjadi pekerja seks. Mereka kerap menjual diri kepada turis!

Alasan mereka melakukan itu agar bisa meraup uang untuk operasi membentuk tubuh yang sempurna. Dari operasi wajah, payudara sampai kelamin, mereka lakukan demi punya bodi yang aduhai dan bisa menyaingi atau malah melebihi wanita asli.

Untuk operasi payudara saja, biayanya bisa sampai 1.000 Euro. Jika mau operasi kelamin, harganya bisa 3 kali lipat dari itu. Oleh sebab itulah, para ladyboy menjadi pekerja seks untuk membayar biaya-biaya operasi. Satu hal yang sebenarnya disayangkan masyarakat Thailand, tapi mau bagaimana lagi.

Untuk turis, ladyboy tetap menjanjikan hiburan berupa aksi tarian atau berdansa di kafe dan bar. Ladyboy mudah ditemui di Bangkok, apalagi di Pattaya. Ladyboy kerap berpenamplan seksi dan memperlihatkan lekuk tubuhnya, supaya lebih menggoda. Boleh-boleh saja melihat aneka pertunjukan mereka, tapi ingat untuk bisa jaga diri ya!


No comments:

Post a Comment